Ads 468x60px

Senin, 04 Februari 2013

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU BAGI GURU KIMIA DALAM MELAKSANAKAN PENDIDIKAN KARAKTER BAGI PARA SISWA DI SEKOLAH


Seorang guru yang baik memiliki karakter yang baik pula. Seorang guru harus mampu menjadi teladan bagi lingkungannya di sekolah maupun di lingkungan kehidupan pribadinya. Seorang guru harus terus menerus untuk memperbaiki kualitasnya dalam berfikir, selalu introspeksi dari masa lalu  dan memiliki visi di masa depan.
Bagi seorang guru kimia, berfikir ilmiah baik secara deduktif maupun induktif merupakan hal yang selalu harus dilakukan dalam kehidupannya. Filsafat ilmu sebagai sarana berpikir ilmiah memberikan banyak gambaran tentang bagaimana memecahkan berbagai persoalan dalam mengajarkan ilmu kimia dan mendidik siswa untuk bersikap dan berperilaku ilmiah.
Seorang guru kimia harus memahami ontologi ilmu kimia. Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan dengan komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat. Oleh sebab itu, mata pelajaran kimia di SMA mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran. Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep,  prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk[1].
Bagaimana ilmu kimia lahir (epistemologi ilmu kimia) wajib pula dipahami oleh seorang guru kimia, Sejarah perkembangan ilmu kimia memperlihatkan kepada kita mengenai bagaimana ilmu kimia yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan  teori (deduktif). Kimia berawal dari percobaan-percobaan yang dilakukan para ilmuwan untuk mengubah tembaga menjadi emas, tetapi hal itu tidak pernah bisa terjadi malah yang diperoleh adalah ilmu yang harganya melebihi emas sebagai materi. Dan pada perkembangan selanjutnya, banyak penemuan-penemuan yang terjadi selama usaha percobaan itu yang akhirnya berkembang menjadi ilmu kimia yang berguna bagi kehidupan manusia di bumi ini. Seorang guru kimia seharusnya dapat menyajikan dan mengaplikasikan dalam pembelajaran kepada siswa/peserta didik mengenai proses percobaan di laboratorium yang ujungnya melalui penalaran dan metode ilmiah menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat manusia dimuka bumi ini.  
Mata pelajaran Kimia perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang dipersyaratkan untuk  memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi  serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Tujuan mata pelajaran Kimia dicapai oleh peserta didik melalui berbagai pendekatan, antara lain pendekatan induktif dalam bentuk proses inkuiri ilmiah pada tataran inkuiri terbuka.  Proses inkuiri ilmiah bertujuan menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran kimia menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
Di dalam lampiran Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standari isi, disebutkan bahwa mata pelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1.      Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
2.      Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur,  objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain
3.      Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis
4.      Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat
5.      Memahami konsep,prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi[2]

Memperhatikan tujuan mata pelajaran kimia di atas, dapat di elaborasi karakter-karakter yang perlu ditanamkan dan dikembangkan dari pembelajaran kimia di SMA, diantaranya iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau religius, sadar lingkungan, jujur, ulet atau kerja keras, rasa ingin tahu, kritis, kerjasama, toleransi, disiplin, bersikap ilmiah, cinta tanah air, peduli lingkungan, kreatif, mandiri, komunikatif, dan tanggungjawab.[3]
Seorang guru kimia harus berpikir secara kritis dan bekerja keras untuk dapat mengimplementasikan konsep-konsep kimia dan nilai-nilai karakter ke dalam aspek-aspek pedagogik untuk mengembangkan dan menanamkannya melalui pembelajaran kepada peserta didiknya. Untuk itu diperlukan penalaran-penalaran yang mendasarkan dirinya pada metode ilmiah secara deduktif supaya harapan dan tujuan  dari proses pembelajaran sesuai dengan nilai-nilai karakter yang hendak ditumbuhkan serta proses transformasi ilmu dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Kemudian berpikir induktif dalam mengkaji segala sesuatu yang terjadi di lapangan dalam proses pembelajaran menjadi suatu keharusan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan  sehingga proses peningkatan kualitas pembelajaran dapat terus dilakukan.


[1] Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
[2] Lampiran Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi
[3] Disarikan dari Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter,Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kemdiknas,2011 

LKS Konsentrasi Larutan

Klik disini untuk membuka LKS

Animasi Percobaan Kimia

Berikut ini merupakan  animasi percobaan kimia untuk menggantikan percobaan nyata di laboratorium sekolah :

Selasa, 29 Januari 2013

MODEL ATOM

Pendahuluan



Coba kita perhatikan semua benda yang ada di sekeliling kita. Bayangkan apa yang terjadi bila sepotong coklat kita potong-potong sampai menjadi bagian yang terkecil ? .Walaupun sebenarnya sulit bagi kita untuk mempraktikannya. Kita akan mendapatkan sesuatu yang disebut ATOM.  istilah yang dikemukakan oleh Demokritos yang artinya bagian yang tidak dapat  terbagi lagi. ATOM berasal dari bahasa yunani ATOMOS , A = tidak , TOMOS= terbagi.

Jumat, 18 Januari 2013

PROKRASTINASI KERJA

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin yaitu procrastinare, yang merupakan kombinasi dari kata sifat “pro” yang berarti sebagai gerakan maju dengan “crastinus” yang berarti “milik hari esok” atau jika digabungkan menjadi “menangguhkan atau penundaan sampai hari berikutnya”.[1]
Perilaku prokrastinasi sebenarnya merupakan perilaku yang telah lama ada dan dapat terjadi pada berbagai bidang dan situasi. Prokrastinasi kerja adalah perilaku yang cenderung atau menunda-nunda pekerjaan dan tidak segera memulai pekerjaannya.
Menurut Ferrari et.al[2] menyimpulkan arti prokrastinasi dapat dipandang dari berbagai sisi yaitu :
1).prokrastinasi adalah setiap perbuatan untuk menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan 
2). Prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada trait dan  penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan keyakinan yang irrasional 
3). Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.
Di bidang Akademik cukup sering terlihat secara langsung perilaku prokrastinasi di kalangan mahasiswa. Menurut Ferrari et al,[3] sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu dan diamati melalui ciri-ciri tertentu berupa :
·         Penundaan untuk memulai menyelesaikan tugas yang dihadapi
·         Keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan.
·         Kesenjangan waktu antara rencana yang ditetapkan dan kinerja aktual.
·         Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada tugas yang harus dikerjakan (seperti ngobrol, nonton, mendengarkan musik, jalan-jalan, dll).
Bernard mengemukakan ada 10 penyebab seseorang melakukan perilaku prokrastinasi.[4] Kesepuluh penyebab perilaku prokrastinasi tersebut adalah :
a.    Kecemasan
Kecemasan yang dialami oleh seseorang dipengaruhi oleh stressful attitude orang tersebut. stressful attitude merupakan sikap dan kognisi seseorang akan kejadian yang mereka alami. Individu cenderung menilai bahwa situasi-situasi yang dihadapinya membawa ancaman dan berpotensi menimbulkan stres bagi dirinya. Hal ini mengakibatkan respon emosional individu berupa kecemasan meningkat. Bernard juga menyatakan semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh individu maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan perilaku prokrastinasi.
b.    Kurangnya penghargaan akan diri (self-depreciation)
Terdapat sebagian orang yang memiliki kecenderungan self-depreciation yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Individu dengan self-depreciation tinggi mudah menyalahkan diri sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Ketika ada sesuatu yang sedikit saja berjalan dengan tidak semestinya, individu ini menyalahkan dirinya sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting. Individu mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan arah tujuan hidupnya. Saat individu melakukan penundaan, individu semakin merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri dan ini akan semakin mempersulitnya dalam melakukan pekerjaannya.
c.    Rendahnya toleransi terhadap ketidakyakinan (low discomfort tolerance)
Ketika menghadapi tugas yang membosankan ataupun sulit untuk dikerjakan ada sebagian orang yang menjadi sangat tertekan sementara oranglain tidaklah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang sangat menekan. Individu yang lebih mudah mengalami frustasi dan memiliki toleransi terhadap ketidaknyamanan yang lebih rendah dibandingkan orang lain saat menghadapi stressor yang sama disebut Bernard sebagai ‘sensation sensitive’. Individu yang sensation sensitive ini terbiasa menghindari dan menarik diri dari tugas-tugas yang ia rasa menimbulkan frustasi.
d.    Pencarian kesenangan (pleasure seeking)
Individu dengan pleasure seeking yang tinggi menolak mengorbankan kesenangannya untuk mengerjakan suatu tugas sekalipun tugas itu penting.
e.    Disorganisasi waktu (time disorganization)
Individu dapat menunda melakukan pekerjaannya karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakannya, namun dapat pula disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia.
f.     Disorganisasi lingkungan (environmental disorganization)
Lingkungan yang terlalu bising dan terlalu banyak gangguan akan mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi pada individu sehingga membuat individu menunda melakukan pekerjaannya. Lingkungan yang berantakan dan penyimpanan dokumen-dokumen mengenai tugas yang tidak rapi juga dapat menghambat seseorang untuk dapat segera mngerjakan tugasnya.
g.    Rendahnya pendekatan terhadap tugas ( poor task approach)
Bila seseorang tidak mengerti bagaimana mengawali atau bagaimana mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya maka hal ini dapat membuat seseorang menunda mengerjakan tugas tersebut
h.    Kurangnya asertifitas (lack of assertion)
Individu yang sulit berkata “tidak” atau sulit untuk menolak permintaan orang lain, walaupun sebenarnya ia tak memiliki cukup waktu untuk melakukan permintaan tersebut karena harus mengerjakan pekerjaan lainnya, akan membuat individu semakin sulit mengatur waktunya dan harus menunda salah satu dari pekerjaan yang sebenarnya harus dikerjakan.
i.      Kekerasan terhadap orang lain (hostility with others)
Perilaku menunda dapat juga didorong oleh faktor kemarahan individu terhadap orang lain. Kemarahan itu dapat berupa menolak untuk bekerja sama dengan orang tersebut ataupun menunda melakukan tugas yang diperintahkan dan diharapkan oleh orang tersebut.
 j.      Stres dan kelelahan
Stres dan kelelahan ini seringkali menimbulkan kecenderungan pada individu untuk menunda melakukan tugasnya.

Ferrari et.al[5]. mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi dapat termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati ciri-ciri tertentu berupa:
a.    Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.
b.    Keterlambatan dalam mengerjakan tugas, karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan.
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas. Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang utama dalam prokrastinasi.
c.    Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk menyelesaikan tugas secara memadai.
d.    Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus dikerjakan.

Seorang prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah, atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang harus diselesaikannya




[1] Brian A. Wilson, Belonging to Tomorrow: An Overview of Procrastination, in the International Journal of Psychological Studies Vol. 4, No. 1; March 2012, http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijps/article/view/15463 (diakses 9 Januari 2013)
[2] Joseph R. Ferrari ,Judith L. Johnson and Wiliam G. McCown, Procrastination and Task Avoidance :Theory, Research,and Teratment( NewYork: Plenum Press, 1995)
[3] Ibid
[4] M.E. Bernard, Procrastinate Later! How To Motivate Yourself  To Do It Now, (Australia : Schwartz and Wilkinson, 1991) h.
[5] Ferrari, loc.cit.