Istilah prokrastinasi berasal dari
bahasa Latin yaitu procrastinare, yang merupakan kombinasi dari kata sifat “pro” yang berarti sebagai gerakan maju dengan “crastinus”
yang berarti “milik hari esok” atau jika digabungkan menjadi “menangguhkan atau penundaan sampai hari berikutnya”.
Perilaku prokrastinasi sebenarnya merupakan
perilaku yang telah lama ada dan dapat terjadi
pada berbagai bidang dan situasi. Prokrastinasi
kerja adalah perilaku yang cenderung atau menunda-nunda pekerjaan dan tidak segera memulai pekerjaannya.
Menurut Ferrari
et.al menyimpulkan arti prokrastinasi dapat dipandang dari
berbagai sisi yaitu :
1).prokrastinasi adalah setiap perbuatan untuk
menunda mengerjakan tugas tanpa mempermasalahkan tujuan dan alasan penundaan
2). Prokrastinasi sebagai suatu pola perilaku (kebiasaan) yang mengarah kepada
trait dan penundaan yang dilakukan sudah merupakan respon yang menetap
seseorang dalam menghadapi tugas dan biasanya disertai dengan keyakinan yang
irrasional
3). Prokrastinasi sebagai suatu trait kepribadian, tidak hanya
perilaku menunda tetapi melibatkan struktur mental yang saling terkait.
Di
bidang Akademik cukup sering terlihat secara langsung perilaku prokrastinasi di
kalangan mahasiswa. Menurut Ferrari et al,
sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi akademik dapat
termanifestasikan dalam indikator tertentu dan diamati melalui ciri-ciri
tertentu berupa :
·
Penundaan untuk memulai menyelesaikan tugas yang
dihadapi
·
Keterlambatan dalam menyelesaikan tugas, karena
melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan.
·
Kesenjangan waktu antara rencana yang ditetapkan
dan kinerja aktual.
·
Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan
daripada tugas yang harus dikerjakan (seperti ngobrol, nonton, mendengarkan
musik, jalan-jalan, dll).
Bernard mengemukakan
ada 10 penyebab seseorang melakukan perilaku prokrastinasi.
Kesepuluh penyebab perilaku prokrastinasi tersebut adalah :
a. Kecemasan
Kecemasan
yang dialami oleh seseorang dipengaruhi
oleh stressful attitude orang tersebut. stressful attitude merupakan sikap dan kognisi seseorang akan kejadian yang mereka
alami. Individu cenderung menilai bahwa situasi-situasi yang dihadapinya
membawa ancaman dan berpotensi menimbulkan stres bagi dirinya. Hal ini
mengakibatkan respon emosional individu berupa kecemasan meningkat. Bernard
juga menyatakan semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami oleh individu
maka semakin tinggi pula kecenderungannya untuk melakukan perilaku
prokrastinasi.
b. Kurangnya
penghargaan akan diri (self-depreciation)
Terdapat
sebagian orang yang memiliki kecenderungan self-depreciation yang lebih
tinggi dibandingkan orang lain. Individu dengan self-depreciation tinggi
mudah menyalahkan diri sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting.
Ketika ada sesuatu yang sedikit saja berjalan dengan tidak semestinya, individu
ini menyalahkan dirinya sendiri bahkan dalam hal yang tidak terlalu penting.
Individu mengalami kesulitan dalam menyusun rencana dan arah tujuan hidupnya.
Saat individu melakukan penundaan, individu semakin merasa tidak yakin dengan
dirinya sendiri dan ini akan semakin mempersulitnya dalam melakukan
pekerjaannya.
c. Rendahnya
toleransi terhadap ketidakyakinan (low discomfort tolerance)
Ketika menghadapi tugas yang membosankan
ataupun sulit untuk dikerjakan ada sebagian orang yang menjadi sangat tertekan
sementara oranglain tidaklah menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang
sangat menekan. Individu yang lebih mudah mengalami frustasi dan memiliki toleransi terhadap ketidaknyamanan yang lebih rendah dibandingkan
orang lain saat menghadapi stressor yang sama disebut Bernard sebagai ‘sensation
sensitive’. Individu yang sensation sensitive ini terbiasa
menghindari dan menarik diri dari tugas-tugas yang ia rasa menimbulkan
frustasi.
d. Pencarian
kesenangan (pleasure seeking)
Individu dengan pleasure
seeking yang tinggi menolak mengorbankan kesenangannya untuk mengerjakan
suatu tugas sekalipun tugas itu penting.
e. Disorganisasi
waktu (time disorganization)
Individu dapat menunda melakukan
pekerjaannya karena tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakannya, namun
dapat pula disebabkan terlalu banyak waktu yang terbuang dengan sia-sia.
f. Disorganisasi
lingkungan (environmental disorganization)
Lingkungan yang terlalu bising dan
terlalu banyak gangguan akan mengakibatkan sulitnya berkonsentrasi pada
individu sehingga membuat individu menunda melakukan pekerjaannya. Lingkungan
yang berantakan dan penyimpanan dokumen-dokumen mengenai tugas yang tidak rapi
juga dapat menghambat seseorang untuk dapat segera mngerjakan tugasnya.
g. Rendahnya
pendekatan terhadap tugas ( poor task approach)
Bila seseorang tidak mengerti bagaimana
mengawali atau bagaimana mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya maka hal
ini dapat membuat seseorang menunda mengerjakan tugas tersebut
h. Kurangnya
asertifitas (lack of assertion)
Individu yang sulit berkata
“tidak” atau sulit untuk menolak permintaan orang lain, walaupun sebenarnya ia
tak memiliki cukup waktu untuk melakukan permintaan tersebut karena harus
mengerjakan pekerjaan lainnya, akan membuat individu semakin sulit mengatur
waktunya dan harus menunda salah satu dari pekerjaan yang sebenarnya harus
dikerjakan.
i. Kekerasan
terhadap orang lain (hostility with others)
Perilaku menunda dapat juga didorong oleh faktor kemarahan
individu terhadap orang lain. Kemarahan itu dapat berupa menolak untuk bekerja
sama dengan orang tersebut ataupun menunda melakukan tugas yang diperintahkan
dan diharapkan oleh orang tersebut.
j. Stres dan
kelelahan
Stres dan kelelahan ini seringkali
menimbulkan kecenderungan pada individu untuk menunda melakukan tugasnya.
Ferrari et.al.
mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan, prokrastinasi dapat
termanifestasikan dalam indikator tertentu yang dapat diukur dan diamati
ciri-ciri tertentu berupa:
a. Penundaan
untuk memulai maupun menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi.
Seseorang yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa tugas yang
dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi dia
menunda-nunda untuk mulai mengerjakannya atau menunda-nunda untuk menyelesaikan
sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakan sebelumnya.
b. Keterlambatan
dalam mengerjakan tugas, karena melakukan hal-hal lain yang tidak dibutuhkan.
Orang yang melakukan prokrastinasi memerlukan waktu yang lebih
lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam mengerjakan suatu tugas.
Seorang prokratinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk mempersiapkan
diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang tidak dibutuhkan dalam
penyelesaian suatu tugas, tanpa memperhitungkan keterbatasan waktu yang
dimilikinya. Kadang-kadang tindakan tersebut mengakibatkan seseorang tidak
berhasil menyelesaikan tugasnya secara memadai. Kelambanan, dalam arti
lambannya kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas dapat menjadi ciri yang
utama dalam prokrastinasi.
c. Kesenjangan
waktu antara rencana dan kinerja aktual.
Seorang prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu
sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Seorang
prokrastinator sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi deadline yang
telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana yang telah dia
tentukan sendiri. Seseorang mungkin telah merencanakan untuk mulai mengerjakan
tugas pada waktu yang telah ia tentukan sendiri, akan tetapi
ketika saatnya tiba dia tidak juga melakukannya sesuai dengan apa yang telah
direncanakan, sehingga menyebabkan keterlambatan maupun kegagalan untuk
menyelesaikan tugas secara memadai.
d. Melakukan
aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan tugas yang harus
dikerjakan.
Seorang
prokrastinator dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya, akan tetapi
menggunakan waktu yang dia miliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang
lebih menyenangkan dan mendatangkan hiburan, seperti membaca (koran, majalah,
atau buku cerita lainnya), nonton, ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan
sebagainya, sehingga menyita waktu yang dia miliki untuk mengerjakan tugas yang
harus diselesaikannya